Survei Seismik 3D Akasia Besar Perlu Dikaji Ulang
Indramayu - Survei Seismik 3D Akasia Besar oleh PT Pertamina di Kabupaten
Indramayu dinilai perlu dikaji ulang. Hal itu seiring banyaknya
penolakan dari warga yang menganggap kegiatan itu bisa merusak
lingkungan.
"Penolakan tentang kegiatan siesmik oleh masyarakat saya rasa bukan
tanpa alasan. Apalagi pihak pelaksana tidak pernah menjelaskan mengenai
kajian lingkungan hidup dari kegiatan tersebut, atau kemungkinan dampak
buruk kegiatan seismik bagi lingkungan sekitar dan dampaknya bagi
kerusakan infrastruktur," terang Praktisi dan Pemerhati Lingkungan
Kabupaten Indramayu, A Saefudin, Selasa (16/2).
Menurutnya, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian
yang harus dilakukan pemerintah daerah sebelum memberikan izin
pengelolaan lahan maupun hutan. Hal tersebut seperti tertuang dalam UU
No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pembuatan KLHS tersebut, kata Saefudin, ditujukan untuk memastikan
penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu
wilayah, serta penyusunan kebijakan dan program pemerintah untuk
mengetahui potensi dampak atau risiko terhadap lingkungan hidup.
"Pemerintah seharusnya terlebih dahulu melakukan kajian lingkungan
hidup untuk mengetahui dampak-dampaknya, selanjutnya hal tersebut
disampaikan kepada masyarakat agar tidak terjadi gejolak," paparnya.
Di menerangkan, mekanisme pelaksanaan KLHS meliputi pengkajian
pengaruh kebijakan, rencana, dan program terhadap kondisi lingkungan
hidup di suatu wilayah, perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan dan
program serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan dan program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
"KLHS sendiri menurut ketentuan harus memuat kajian mengenai
kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan risiko terhadap lingkungan
hidup," ungkapnya.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012
tentang izin lingkungan, sebelum melakukan kegiatan usaha, setiap
kegiatan wajib untuk mambuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
atau UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan). "Prinsipnya Amdal dan UKL-UPL itu sama, yang membedakan
adalah besar kecil usaha kegiatan," ujarnya.
Dia menjelaskan, UKL-UPL sama halnya seperti Amdal, berfungsi sebagai
panduan pengelolaan lingkungan bagi seluruh penyelenggara suatu
kegiatan. Namun, skala kegiatan yang diwajibkan UKL-UPL relatif cukup
kecil dan dianggap memiliki dampak terhadap lingkungan yang tidak
terlalu besar dan penting. Namun demikian, dampak lingkungan yang dapat
terjadi tetap perlu dikelola untuk menjamin terlaksananya pengelolaan
lingkungan yang baik.
Oleh karena itu, lanjut Saefudin, dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaanlingkungan hidup, diatur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL dan
UPL.
"Semua ini merupakan upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak
buruk dari usaha, kegiatan atau proyek terhadap lingkungan hidup,"
pungkasnya.
Penulis : Agus Sugianto
Sumber : Fajarnews
Post a Comment