Dua Pejabat PT Pertani Cirebon Ditangkap Kejari Indramayu
Dua pejabat itu, yakni Kepala Cabang Pemasaran PT Pertani Cirebon
Wilayah Jawa Barat Ali Priyambodo dan Kepala Unit Pergudangan Agribisnis
(UPA) II Indramayu, Kadir.
Diduga, keduanya menggelapkan Rp 750 juta dana program kemitraan bina
lingkungan serta dana uang hasil gabah dan beras, juga Rp 1.568.551.569
dana sistem resi gudang.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Indramayu Deddy Koesnomo
membenarkan adanya penahanan terhadap kedua orang itu. Mereka ditahan
tim penyidik Kejari Indramayu setelah dilakukan pemeriksaan di Kejari
Indramayu.
"Selain penggelapan, mereka juga diduga memanipulasi data sistem resi gudang," katanya.
Dana pengguliran dalam dua program tersebut mencapai Rp 1,75 miliar.
Dari jumlah tersebut, uang dua program tersebut yang menguap kurang
lebih Rp 750 juta.
"Karena perbuatannya, kedua tersangka terkena Pasal 2 dan 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana 20 tahun penjara,"
ucap Deddy.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Indramayu, Subhan Gunawan
mengatakan, pejabat PT Pertani telah mengembalikan uang kerugian negara
kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu senilai Rp 641 Juta. Uang
tersebut merupakan pengembalian kedua.
Sebelumnya, pejabat PT Pertani yang tersangkut kasus dugaan korupsi
sistem resi gudang telah mengembalian dana Rp 114 juta. Secara total
dana yang telah dikembalikan adalah Rp 750 juta.
Subhan Gunawan mengatakan dana titipan pengembalian uang negara
tersebut akan disetorkan ke kas negara. Namun, hal itu akan dilakukan
setelah kedua tersangka menjalani persidangan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.
Dugaan korupsi resi gudang PT Pertani Cirebon ini ditaksir merugikan
keuangan negara hingga Rp 750 juta. Dua tersangka dianggap telah
menyalahgunakan resi gudang milik petani untuk kepentingan pribadi.
Mereka diduga mengagunkan resi gudang milik petani ke lembaga
perbankan untuk kepentingan pribadi. Resi gudang milik petani, kerap
digunakan dan disalahgunakan untuk dijadikan agunan untuk memperoleh
bantuan modal usaha.
Kendati telah mengembalikan uang negara, menurut dia, tindak pidana
korupsi yang diduga dilakukannya tetap berjalan. Dugaan korupsi resi
gudang milik petani tersebut dketahui, menguap pada tahun 2013 lalu.
Pada 2013, dia menjelaskan, Unit Pergudangan Agribisnis (UPA) II
Indramayu di Tukdana mengeluarkan 116 resi gudang. Namun, ada temuan,
baru lima resi yang diselesaikan dan tersisa 32 resi.
Tersangka AP diduga menggelapkan dana program kemitraan bina
lingkungan (PKLB) sebesar Rp 600 juta dan dana hasil gabah dan beras
sebesar 150 juta.
Subhan menjelaskan, sistem resi gudang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2007 serta Peraturan Menteri Perdagangan nomor 26 Tahun 2007, yaitu
kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan
penyelesaian transaksi resi gudang.
Dia menerangkan, SRG hampir sama dengan sistem lumbung desa. Yang
membedakan adalah jika lumbung desa tidak ada yang menjamin sehingga
petani sulit mendapatkan dana atau modal. Pada SRG bisa
diperjualbelikan, bisa dijadikan agunan senilai 70 persen dari total
kepemilikan suatu barang.
Adapun barang yang di gudang masih merupakan milik petani karena
barang tersebut hanya dititipkan pada pengelola resi gudang sehingga
sewaktu barang tersebut naik harganya bisa diambil kembali. Namun, jika
tidak sanggup mengembalikan uang yang digunakan, barang tersebut disita.
Setelah menjalani pemeriksaan di ruang Pidsus Kejari Indramayu, kedua
tersangka yang didampingi tim pengacara langsung dibawa ke Lapas
Indramayu.
"Keduanya yang masuk Lapas Indramayu masuk di Blok Mapenaling.
Seseorang yang baru dijebloskan ke sana sambil menunggu hingga 7 hari ke
depan," kata Ketua KPLP Lapas IIB Indramayu, Singgih.
Menurut dia, blok itu bagi seorang napi untuk mengenal lingkungan
terlebih dahulu sampai benar-benar terbiasa baru ditempatkan sesuai
dengan bloknya.
Penulis: Asep Budiman/A-89
Sumber:PRLM
Post a Comment