Pengadaan Pupuk Bersubsidi Rentan Kelangkaan
Indramayu - Pengadaan pupuk bersubsidi dinilai masih rentan menimbulkan
kelangkaan, seiring perencanaan alokasi dengan praktik penggunaannya di
lapangan yang tidak kunjung selaras.
Ketidakselarasan tersebut diantaranya dipengaruhi oleh pengajuan
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), pemanfaatan pupuk oleh
petani, hingga penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam mata rantai
penyaluran pupuk bersubsidi.
Demikian persoalan yang terungkap dalam inspeksi Komisi B DPRD
Kabupaten Indramayu ke gudang penyimpanan pupuk di wilayah Kecamatan
Sukra dan Kandanghaur, Kamis (8/1/2015). PT Benteng Purwa Putra (PT
BPP), distributor pupuk khusus wilayah Patrol, menjadi salah satu tempat
tujuan inspeksi anggota dewan.
Perwakilan PT BPP, Bambang mengatakan, pada peralihan tahun biasanya
akan muncul kekurangan pupuk. Pasalnya, alokasi di akhir tahun 2014
telah habis, sedangkan RDKK baru diturunkan untuk tahun 2015. Sementara
relokasi pupuk dari kecamatan yang mengalami kelebihan akan memerlukan
waktu.
Pada saat bersamaan, menurut dia, pengajuan RDKK juga menjadi
kendala, karena seringkali kuota alokasi pupuk yang telah ditetapkan
lebih kecil dibandingkan pemanfaatan pupuk yang aktual. Dia menilai, hal
tersebut membuat persoalan kelangkaan pupuk tidak pernah selesai tiap
tahunnya.
"Kemudian, ajuan yang tercantum dalam RDKK dianggap untuk tanaman
padi. Akan tetapi, di lapangan, pemanfaatannya juga untuk sayuran,
palawija, sampai empang. Tidak dipilah-pilah," katanya.
Account Executive PT Pupuk Kujang Cirebon-Indramayu, M Toha
menyebutkan, faktor kurangnya alokasi pupuk subsidi juga turut
disebabkan oleh budaya petani. Terutama budaya yang berlaku di Kabupaten
Indramayu dalam memanfaatkan pupuk.
"Dosis yang dianjurkan seharusnya 250 kg/ha, namun ada yang
memanfaatkannya sampai 515 kg/ha. Jadi, banyak yang memakai pupuk tidak
sesuai anjuran. Namun dampaknya berpengaruh terhadap kuota alokasi pupuk
subsidi," ujarnya.
Selain itu, dia menuturkan, terdapat pemanfaatan lahan hutan menjadi
areal padi. Dia mencontohkan sejumlah daerah di bagian selatan
Indramayu, seperti Gantar, maupun Haurgeulis.
Di sana, menurutnya, lahan hutan seperti areal hutan kayu putih rutin
ditanami padi. Adanya lahan tambahan tersebut memunculkan
ketidaksesuaian data untuk pengalokasian pupuk.
Dia juga memaparkan penyimpangan dalam mata rantai penyaluran pupuk,
seperti munculnya kios penjual pupuk tidak resmi yang akan berdampak
kepada kuota pupuk.
"Saya mengamati, di Kabupaten Indramayu terdapat 900 kios pupuk,
sedangkan yang resmi adalah 500 kios pupuk. Di sisi lain, kios yang
tidak resmi juga menjual pupuk bersubsidi," ujarnya. (Muhammad Ashari)
Post a Comment