Kelanjutan Kasus Korupsi Mantan Bupati Indramayu Dipertanyakan
Indramayu - Kasus dugaan korupsi
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Indramayu, Jawa Barat
dengan tersangka mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin atau
Yance yang ditangani Kejaksaan Agung tak jelas penanganan perkaranya.
Padahal Yance sudah ditetapkan sebagai tersangka atas korupsi yang berpotensi kerugian keuangan negara sebesar Rp42 miliar tersebut tiga tahun lalu.
Menurut mantan Sekjen Pro Demokrasi Ferry J Juliantono harus disoroti mengapa kasus tersebut mangkrak di Kejagung. "Soal mangrak, saya nggak mau masuk ke sana. Tetapi perlu diperhatikan dan dipertanyakan kenapa," tanya Ferry, di Jakarta, Rabu (25/12)
Ferry menilai dengan terkuaknya korupsi yang dilakukan Ratu Atut Chosiyah, seharusnya dijadikan momentum untuk menguak kasus korupsi yang melibatkan Yance tersebut. Karena disinyalir kasus korupsi tersebut ada juga Dinasti Indramayu, seperti halnya kasus korupsi di Banten.
"Seharusnya kasus di Banten bisa menjadi momentum untuk kejaksaan menindak kasus serupa di Indramayu," imbuhnya.
Karena menurutnya, kondisi rakyat Indramayu lebih memprihatinkan dan lebih terbelakang ketimbang Banten. Untuk itu aparat penengak hukum harusnya menelusuri adanya dugaan Dinasti Indramayu dengan menuntaskan korupsi yang menjerat Yance.
Yance ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jampidsus Nomor: Print-205/F.2/Fd.1/12/2010 tanggal 13 Desember 2010.
Penyidik menyebut telah terjadi penyelewengan dana dalam pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU I Indramayu yang terjadi pada tahun 2004 silam. Panitia pengadaan tanah Indramayu kala itu hendak membebaskan lahan seluas 82 hektar.
Lahan tersebut menurut rencana bakal dijadikan lokasi pembangunan PLTU di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Namun, harga tanah seluas 82 hektar yang semestinya Rp22.000 per meter persegi justru digelembungkan hingga mencapai Rp42.000 per meter persegi. Sehingga negara merugi Rp42 miliar. (Frida/Bus/SKALA)
Padahal Yance sudah ditetapkan sebagai tersangka atas korupsi yang berpotensi kerugian keuangan negara sebesar Rp42 miliar tersebut tiga tahun lalu.
Menurut mantan Sekjen Pro Demokrasi Ferry J Juliantono harus disoroti mengapa kasus tersebut mangkrak di Kejagung. "Soal mangrak, saya nggak mau masuk ke sana. Tetapi perlu diperhatikan dan dipertanyakan kenapa," tanya Ferry, di Jakarta, Rabu (25/12)
Ferry menilai dengan terkuaknya korupsi yang dilakukan Ratu Atut Chosiyah, seharusnya dijadikan momentum untuk menguak kasus korupsi yang melibatkan Yance tersebut. Karena disinyalir kasus korupsi tersebut ada juga Dinasti Indramayu, seperti halnya kasus korupsi di Banten.
"Seharusnya kasus di Banten bisa menjadi momentum untuk kejaksaan menindak kasus serupa di Indramayu," imbuhnya.
Karena menurutnya, kondisi rakyat Indramayu lebih memprihatinkan dan lebih terbelakang ketimbang Banten. Untuk itu aparat penengak hukum harusnya menelusuri adanya dugaan Dinasti Indramayu dengan menuntaskan korupsi yang menjerat Yance.
Yance ditetapkan tersangka oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jampidsus Nomor: Print-205/F.2/Fd.1/12/2010 tanggal 13 Desember 2010.
Penyidik menyebut telah terjadi penyelewengan dana dalam pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU I Indramayu yang terjadi pada tahun 2004 silam. Panitia pengadaan tanah Indramayu kala itu hendak membebaskan lahan seluas 82 hektar.
Lahan tersebut menurut rencana bakal dijadikan lokasi pembangunan PLTU di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Namun, harga tanah seluas 82 hektar yang semestinya Rp22.000 per meter persegi justru digelembungkan hingga mencapai Rp42.000 per meter persegi. Sehingga negara merugi Rp42 miliar. (Frida/Bus/SKALA)
Post a Comment