Angka Perceraian di Indramayu Tertinggi se-Indonesia
Indramayu - Menurut data Pengadilan Agama (PA) Kab.Indramayu jumlah angka perceraian
yang terjadi di Kab.Indramayu masuk hitungan tertinggi se-Indonesia.
Tingginya jumlah angka perceraian yang mencapai hingga 800 perkara
per-bulan atau mencapai 8.500-9.000 perkara pertahunnya. Salah satu
penyebabnya lantaran karena faktor ekonomi maupun akibat kawin usia
muda. Demikian diungkapkan Ketua PA Kab.Indramayu, Drs. Ilham Abdullah,
SH. MKN kepada KC, diruang kerjanya, Senin (1/7/2013).
Dikatakan
Ilham, di-Kab.Indramayu dua faktor tersebut paling mendominan akibat
terjadinya perceraian dengan rata-rata terjadi pada pasangan usia muda
(produktif), dan yang paling banyak menggugat cerai justru datang dari
sang isteri sebesar 70 persen. “Bagi sebagian masyarakat Indramayu
menilai, kawin cerai merupakan sesuatu yang biasa terjadi dan bukan aib
didalam rumah tangga,” ujarnya.
Menurut dia, bila melihat jumlah tersebut maka cukup prihatin dan salah satu upaya untuk menekan jumlah angka perceraian itu adalah peran pihak orangtua ataupun keluarga terdekat, untuk dapat memberikan pengertian terhadap pasangan suami isteri tentang arti pernikahan sesungguhnya. “Selain pemerintah, peran orangtua maupun keluarga terdekat sangat berpengaruh terhadap kelanggengan berumah tangga,” papar Ilham.
Diuraikannya, selain Kab.Indramayu angka percerian yang terhitung cukup tinggi terjadi di Kab.Malang, Banyuwangi, Surabaya dan Sumber Kab.Cirebon, rata-rata hal itu terjadi karena faktor ekonomi maupun akibat kawin muda.
“Apabila melihat kedua faktor penyebab paling banyak terjadinya perceraian, disarankan kepada para remaja untuk tidak melakukan perkawinana pada usia muda dan yang terbaik pasangan sudah memiliki kemapanan dalam hidup, baik secara materi maupun material disertai SDM yang memadai,” sarannya.
Di tempat terpisah, Ny.Supraptiningsih menilai, tidak menutup kemungkinan akibat tingginya angka perceraian pada usia produktif akan berdampak negatif terhadap spikologi perkembangan anak dan bisa mengarah untuk melakukan aksi broken home, apabila hal itu terjadi (broken home) maka berapa ratus anak yang akan melakukan upaya broken home setiap bulannya akibat korban dari ke-dua orangtuanya.
“Kami sangat prihatin dengan jumlah angka perceraian yang terjadi di Kab.Indramayu, karena dampaknya secara jelas sangat mempengaruhi terhadap perkembangan anak,”ungkapnya. (rat/147/PR)
Menurut dia, bila melihat jumlah tersebut maka cukup prihatin dan salah satu upaya untuk menekan jumlah angka perceraian itu adalah peran pihak orangtua ataupun keluarga terdekat, untuk dapat memberikan pengertian terhadap pasangan suami isteri tentang arti pernikahan sesungguhnya. “Selain pemerintah, peran orangtua maupun keluarga terdekat sangat berpengaruh terhadap kelanggengan berumah tangga,” papar Ilham.
Diuraikannya, selain Kab.Indramayu angka percerian yang terhitung cukup tinggi terjadi di Kab.Malang, Banyuwangi, Surabaya dan Sumber Kab.Cirebon, rata-rata hal itu terjadi karena faktor ekonomi maupun akibat kawin muda.
“Apabila melihat kedua faktor penyebab paling banyak terjadinya perceraian, disarankan kepada para remaja untuk tidak melakukan perkawinana pada usia muda dan yang terbaik pasangan sudah memiliki kemapanan dalam hidup, baik secara materi maupun material disertai SDM yang memadai,” sarannya.
Di tempat terpisah, Ny.Supraptiningsih menilai, tidak menutup kemungkinan akibat tingginya angka perceraian pada usia produktif akan berdampak negatif terhadap spikologi perkembangan anak dan bisa mengarah untuk melakukan aksi broken home, apabila hal itu terjadi (broken home) maka berapa ratus anak yang akan melakukan upaya broken home setiap bulannya akibat korban dari ke-dua orangtuanya.
“Kami sangat prihatin dengan jumlah angka perceraian yang terjadi di Kab.Indramayu, karena dampaknya secara jelas sangat mempengaruhi terhadap perkembangan anak,”ungkapnya. (rat/147/PR)
Post a Comment