25 Tahun Lagi Desa Limbangan Hilang Ditelan Abrasi
Indramayu - Desa Limbangan termasuk di antara lima desa di Kecamatan Juntunyuat yang secara geografis berada di lintasan pantai Laut Jawa. Secara kebetulan di daerah tersebut rawan abrasi. Setiap tahun abrasi terus menggerus pantai Limbangan. Akibat abrasi para penduduk sudah banyak yang pindah ke daerah lain.
Menurut Nuradi, Kuwu Limbangan, setiap tahun sekitar 100 meter pantai Limbangan tergerus air laut. Sejak tahun 1989 sampai sekarang lahan pantai sudah menghilang sejauh 2 km-an. Dengan demikian jika tidak segera diantisipasi abrasi yang begitu ganasnya dalam waktu 25 tahun pasti akan menenggelamkan Desa Limbangan.
Diakuinya, di sepanjang pantai Limbangan sudah dibangun grand water (pemecah ombak). Hanya saja sarana tersebut sudah tertimbun pasir, sehingga bila ombak datang sudah tidak mampu lagi menahan ombak dahsyat. Akibatnya lahan pantai terus menggerusnya.
Karena rawan abrasi warga Desa Limbangan yang jumlahnya 3.500 jiwa satu per satu pindah tempat ke daerah aman. Bahkan bangunan KUD Mina Sejati dan sebuah bangunan sekolah dasar yang hampir mendekati air laut mau tidak mau harus dipindah. Padahal dulu dikenal daerah aman abrasi.
Desa Limbangan merupakan desa pemekaran dari Desa Lombang. Desa Limbangan tidak memiliki hamparan sawah. Yang ada hanyalah lahan tambak, tanah darat, sungai, dan lautan luas. Sementara tanah sawah bengkok untuk kesejahteraan pamong berada di Desa Tinumpuk.
Kehidupan masyarakatnya mayoritas nelayan kecil dan buruh ikan. Sementara ini lebih dari lima ribu kaum perempuan bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di berbagai negara. Para TKW sudah banyak membeli tanah dan membangun rumahnya di desa lain.
"Makanya setelah grandwater sudah tidak mampu menahan ombak besar di kala abrasi, kami dan seluruh warga Desa Limbangan pasrah. Mungkin dalam waktu dekat harus pindah ke daerah aman. Desa Limbangan di kemudian hari hanya tinggal kenangan," kata Nuradi, yang mengaku rumahnya sekarang sudah berdekatan dengan pantai padahal dulunya jauh dari pantai. (Undang)
Menurut Nuradi, Kuwu Limbangan, setiap tahun sekitar 100 meter pantai Limbangan tergerus air laut. Sejak tahun 1989 sampai sekarang lahan pantai sudah menghilang sejauh 2 km-an. Dengan demikian jika tidak segera diantisipasi abrasi yang begitu ganasnya dalam waktu 25 tahun pasti akan menenggelamkan Desa Limbangan.
Diakuinya, di sepanjang pantai Limbangan sudah dibangun grand water (pemecah ombak). Hanya saja sarana tersebut sudah tertimbun pasir, sehingga bila ombak datang sudah tidak mampu lagi menahan ombak dahsyat. Akibatnya lahan pantai terus menggerusnya.
Karena rawan abrasi warga Desa Limbangan yang jumlahnya 3.500 jiwa satu per satu pindah tempat ke daerah aman. Bahkan bangunan KUD Mina Sejati dan sebuah bangunan sekolah dasar yang hampir mendekati air laut mau tidak mau harus dipindah. Padahal dulu dikenal daerah aman abrasi.
Desa Limbangan merupakan desa pemekaran dari Desa Lombang. Desa Limbangan tidak memiliki hamparan sawah. Yang ada hanyalah lahan tambak, tanah darat, sungai, dan lautan luas. Sementara tanah sawah bengkok untuk kesejahteraan pamong berada di Desa Tinumpuk.
Kehidupan masyarakatnya mayoritas nelayan kecil dan buruh ikan. Sementara ini lebih dari lima ribu kaum perempuan bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di berbagai negara. Para TKW sudah banyak membeli tanah dan membangun rumahnya di desa lain.
"Makanya setelah grandwater sudah tidak mampu menahan ombak besar di kala abrasi, kami dan seluruh warga Desa Limbangan pasrah. Mungkin dalam waktu dekat harus pindah ke daerah aman. Desa Limbangan di kemudian hari hanya tinggal kenangan," kata Nuradi, yang mengaku rumahnya sekarang sudah berdekatan dengan pantai padahal dulunya jauh dari pantai. (Undang)
Post a Comment