Air Bendung Rentang Dikonsentrasikan ke Indramayu
Indramayu - Air Bendung Rentang sejak Senin (24/9) lalu sepenuhnya
dikonsentrasikan ke wilayah Indramayu untuk memenuhi kebutuhan air di
wilayah tersebut, setelah sebelumnya digilir untuk wilayah Cirebon.
Sementara itu mulai Senin (1/10) mendatang Bendung Rentang akan
dilakukan pengeringan selama 15 hari sebagai upaya pemeliharaan untuk
mengeruk lumpur disepanjang aliran. Itu dilakukan setelah mengalami
pengunduran waktu pengeringan karena jadwal tahunan sebetulnya
pengeringan selalu dilakukan pada pertengahan September.
Menurut keterangan Pengelolan Pintu Air Bendung Rentang, Dasur,
pengunduran waktu pengeringan etsrebut terkait di wilayah Cirebon masih
ada areal tanaman yang pengairannya mengandalkan dari saluran Bendung
Rentang. “Kalaus ekarangs epenuhnya dipokuskan ke wilayah Indramayu,
semdangkan ke wilayah Cirebon sudah mulai diputus,” ungkap Dasur.
Kondisi air bendungan sendiri saat ini menurut Dasur hanya sebesar 5
m3, jumlah etrsebut sebanyak 3 m3 dialirkan melalui Saluran Induk (SI)
Sindupraja dan 2 m3 dialirkan melalyui SI Cipelang. Jumlah tersebut
terkurangi sebanyak 2 m3 pada setiap Senin dan kamis karena air
dialirkan untuk pemenuhan kebutuhan air PDAM di Indramayu.
Untuk sementara ini kecilnya air di kedua saluran tersebut nampaknya
tidak terlalu menjadi persoalan bagi patani karena para petani sudah
memanen sawahnya, sehingga permintaan air ke Bendung Rentangpun nyaris
tidak ada.
Sementara itu sepanjang salura air Sindupraja ataupun Cipelang, kini
areal sawah dibiarkan mengering. Kalupun ada sawah tasrebut ditanami
palawija berupa bawang merah dan mentimun serta kacang.
Para petani di sepanjang aliran sungai tersebut berupaya memasang
pompa air berkapasitas tinggi untuk menyedot air dan mengalirkannya kea
real palawija mereka hingga beratus-ratus meter. Karena kondisi air
tidak bisa dialirkan melalui pintu air, akibat posisi pintu air lebih
tinggi dibanding permukaan air itu sendiri.
Sambas (45) dan Nursali misalnya petani bawang merah di Kecamatan
Jatitujuh yang berupaya meyedot air dengan pompa kapasitas 20 inci dan
15 inci. Mereka berupaya mengalirkan air hingga kurang lebh 500 meter
kea real pertanian miliknya. Bila tidak demikian maka tanaman akan
kekeringan. “Bila musim kemarau aliran air kecil, permukaan air tidak
sampai ke pintu air. Satu-satunya jalan agar air bisa mengalir ya dengan
pompa.” ungkap Ambas.
Langkah ini sebetulnya untukap Sambas dilarang pemerintah karena
debit air ke wilayah hilir akans emakin berkurang, namun para petani
selama ini selalu nekat dari pada areal pertanian mereka harus
kekeringan. “Jangankan musim kemarau musim penghujan saja sebagian
petani Jatitujuh ini berupaya menyedot karena tidak kebagian air,
terkecuali kalau saluran air diperbaiki menajdi lebih rendah dibanding
permukaan airnya,” ungkap Nursal.
Tak heran kalau selama ini di sepanjang SI Sindupraja dan Cipelang
banyak berdiri gubuk-gubuk mesin air dengan kapasitan tinggi yang
mesinnya dipasang secara permanent. Hal ini semata dilakukan akrena air
tak mampu mengalir ke saluran air. (PR)
Post a Comment