Pensiun Jadi Pejabat, Pilih Jadi ”Pengacara”
Menikmati Masa Tua Ala Mantan Kadis Perikanan Jabar Ir H Darsono
Memasuki masa pensiun, Ir H Darsono masih disibukkan dengan berbagai akivitasnya yang tak jauh dari bidang perikanan. Dia mengaku, sudah beralih profesi sebagai “Pengacara” alias pengangguran banyak acara. Seperti apa hari-hari yang dijalaninya sekarang?
LAPORAN: KHOLIL IBRAHIM DARI KANDANGHAUR
IR H Darsono diujung karirnya menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. Pria kelahiran Desa Karanganyar Kecamatan/Kabupaten Indramayu 1 Desember 1950 ini, memasuki masa pensiun sejak 1 Januari 2009 lalu. Kendati tidak lagi menjadi pejabat, tapi bagi siapapun yang pernah dekat dan mengenal ‘Mbah’-nya dunia perikanan Jawa Barat ini, pasti tak akan lupa sosok Ir H Darsono.
Begitu juga wartawan koran ini. Tak sengaja, ketika makan siang di sebuah warung nasi di pinggiran jalan raya Karangsinom-Gabus Wetan, melihat Ir H Darsono dengan penampilan yang berbeda, masuk di warung yang sama. Mengenakan pakaian batik lengan pendek warna coklat bermotif kotak-kotak, Darsono dengan wajah yang dari dulu selalu tampak cerah, ikut antre memesan menu makan siang kepada pemilik warung. “Sop iga,” ucapnya dengan mulut tersenyum.
“Ah itu pasti pak Haji Darsono,” gumam saya. Benar saja, ciri khasnya, bagian depan kepala sedikit botak, berkacamata dengan senyum selalu mengumbang, tak bisa membohongi. “Oh iya, kebetulan saya lagi nunggu teman, sekalian makan siang di sini. Dari Radar ya?,” saat disapa, lalu balik bertanya.
“Saya sudah pensiun sejak awal tahun ini. Sekarang ya biasa lah, cari kesibukan mumpung masih diberi umur. Ganti profesi, jadi pengacara alias pengangguran banyak acara. Ha..ha..ha,” katanya sambil tertawa lebar.
Tapi, rupanya makan siang tersebut, hanya sebagai transit. Ada misi besar yang sedang digarap bapak empat orang anak dan dua cucu ini. Rencana dia bersama temannya itu, selepas makan mau melihat pilot project pribadinya yang saat ini dikembangkan di Desa Babakan Jaya, Kecamatan Gabus Wetan.
“Saya lagi mengembangkan Lele Mesir. Ini proyek pribadi, bukan pemerintah,” ungkap Darsono. Kalau sudah bicara tentang ikan atau yang berbau perikanan, mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu ini, selalu open information, alis terbuka.
Lele Mesir ini, terang dia, asli dari Mesir dan dibeli dari sononya. Anak pertamanya, kebetulan kuliah di Universitas Al Azhar Mesir. Pulang kampung, sekalian membawa bibit Lele Mesir yang dipesannya. Jumlahnya 400 ekor. “Sekarang lagi dikembangkan, dikaji oleh teman saya ini. Namanya Madakir,” ucapnya sambil menunjuk kedatangan seseorang yang ditunggunya dari tadi.
Dari 400 ekor benih lele Mesir itu, 21 ekor diantaranya sudah jadi indukan. Dari situ akan dihasilkan bibit Lele Mesir yang bisa dikembangkan lebih banyak lagi. Caranya melalui kawin silang dengan berbagai jenis lele yang lain. Seperti lele Sangkuriang dan lele Thailand.
“Pokoknya akan lebih bagus dari jenis lele yang sudah ada. Fisik lebih panjang dan jumlah telornya lebih banyak,” terang suami Hj Ani ini.
Kalau proyek ini berhasil, lele tersebut akan dilepas ke masyarakat dan diberi nama baru. “Lele Darma namanya. Atau lele Darma Ayu. Tapi bisa juga, lele Darsono-Madakir. Ha..ha..ha..,” sebutnya lalu tertawa lagi.
Bagi penggemar berat kopi hitam ini, pensiun, bukan berarti berpangku diri. Justru harus mampu memberikan apa yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Bagi-bagi ilmu, pengalaman, sumbang pemikiran, tenaga, atau apa saja. Tentu tak jauh dari bidang yang pernah digelutinya, yakni perikanan.
“Pilot percontohan ini tidak semata-mata untuk bisnis, untuk uang. Tapi sebagai upaya memberikan pencerdasan kepada masyarakat, bahwa kita bisa melakukan apa saja yang dulunya tidak mungkin. Tidak harus menunggu uluran tangan dari pemerintah,” terang penerima Satya Lancana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI ini.
Apalagi, Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi perikanan di Indonesia . Banyak yang bisa digarap. “Selain perikanan, pertanian dan peternakan masih banyak potensi yang bisa dikembangkan. Saya sedang berusaha bergerak di bidang itu,” lanjutnya.
Sebelum menutup obrolan, Darsono napak tilas perjalanan hidupnya. Dia mengaku dari keluarga sangat miskin. Bapaknya Caryan adalah tukang cukur. Ibunya Saidah, bekerja sambilan sebagai tukang rujak untuk menghidupi keluarga. Darsono anak bontot dari sepuluh bersaudara.
Ketika usia 4 tahun, dia bersama saudaranya dibawa mengembara ke Jakarta. Karena masih kecil, Darsono dikembalikan ke kampung halamannya dan tinggal bersama saudara orang tuanya yang lain.
Darsono disekolahkan dari SD, SMP sampai SMA di Indramayu. Tentu, tanpa dukungan dari orang tuanya yang lemah dari segi ekonominya. “Boro-boro mikirin sekolah, buat makan saja sama susahnya dengan yang lain. Saudara-saudara saya yang sembilan, tidak ada yang makan bangku sekolahan,” tuturnya.
Selepas SMA, dia diajak temannya masuk IPB Bogor mengambil jurusan Biologi Perairan dan Perikanan. Waktu itu kata dia, tidak kepikiran untuk melanjutkan kuliah. Selain karena kondisi ekonomi, juga lantaran dia tidak terlalu cerdas. “Otak saya pas-pasan. Tapi saya punya semangat, untuk merubah nasib keluarga lebih baik lagi,” jujurnya.
Semasa kuliah, dia pontang-panting cari makan sendiri. Terkadang harus puasa Senin, Kamis, Jumat dan Minggu. Jadi tukang cuci, diapun jalani.
Lulus menyandang gelar S1 tahun 1977, Darsono diterima sebagai CPNS dan menjabat sebagai Kasie Teknik Budidaya Diskan Propinsi Jabar. Selepas itu, karirnya terus melejit hingga menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jabar. (*)
Memasuki masa pensiun, Ir H Darsono masih disibukkan dengan berbagai akivitasnya yang tak jauh dari bidang perikanan. Dia mengaku, sudah beralih profesi sebagai “Pengacara” alias pengangguran banyak acara. Seperti apa hari-hari yang dijalaninya sekarang?
LAPORAN: KHOLIL IBRAHIM DARI KANDANGHAUR
IR H Darsono diujung karirnya menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat. Pria kelahiran Desa Karanganyar Kecamatan/Kabupaten Indramayu 1 Desember 1950 ini, memasuki masa pensiun sejak 1 Januari 2009 lalu. Kendati tidak lagi menjadi pejabat, tapi bagi siapapun yang pernah dekat dan mengenal ‘Mbah’-nya dunia perikanan Jawa Barat ini, pasti tak akan lupa sosok Ir H Darsono.
Begitu juga wartawan koran ini. Tak sengaja, ketika makan siang di sebuah warung nasi di pinggiran jalan raya Karangsinom-Gabus Wetan, melihat Ir H Darsono dengan penampilan yang berbeda, masuk di warung yang sama. Mengenakan pakaian batik lengan pendek warna coklat bermotif kotak-kotak, Darsono dengan wajah yang dari dulu selalu tampak cerah, ikut antre memesan menu makan siang kepada pemilik warung. “Sop iga,” ucapnya dengan mulut tersenyum.
“Ah itu pasti pak Haji Darsono,” gumam saya. Benar saja, ciri khasnya, bagian depan kepala sedikit botak, berkacamata dengan senyum selalu mengumbang, tak bisa membohongi. “Oh iya, kebetulan saya lagi nunggu teman, sekalian makan siang di sini. Dari Radar ya?,” saat disapa, lalu balik bertanya.
“Saya sudah pensiun sejak awal tahun ini. Sekarang ya biasa lah, cari kesibukan mumpung masih diberi umur. Ganti profesi, jadi pengacara alias pengangguran banyak acara. Ha..ha..ha,” katanya sambil tertawa lebar.
Tapi, rupanya makan siang tersebut, hanya sebagai transit. Ada misi besar yang sedang digarap bapak empat orang anak dan dua cucu ini. Rencana dia bersama temannya itu, selepas makan mau melihat pilot project pribadinya yang saat ini dikembangkan di Desa Babakan Jaya, Kecamatan Gabus Wetan.
“Saya lagi mengembangkan Lele Mesir. Ini proyek pribadi, bukan pemerintah,” ungkap Darsono. Kalau sudah bicara tentang ikan atau yang berbau perikanan, mantan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu ini, selalu open information, alis terbuka.
Lele Mesir ini, terang dia, asli dari Mesir dan dibeli dari sononya. Anak pertamanya, kebetulan kuliah di Universitas Al Azhar Mesir. Pulang kampung, sekalian membawa bibit Lele Mesir yang dipesannya. Jumlahnya 400 ekor. “Sekarang lagi dikembangkan, dikaji oleh teman saya ini. Namanya Madakir,” ucapnya sambil menunjuk kedatangan seseorang yang ditunggunya dari tadi.
Dari 400 ekor benih lele Mesir itu, 21 ekor diantaranya sudah jadi indukan. Dari situ akan dihasilkan bibit Lele Mesir yang bisa dikembangkan lebih banyak lagi. Caranya melalui kawin silang dengan berbagai jenis lele yang lain. Seperti lele Sangkuriang dan lele Thailand.
“Pokoknya akan lebih bagus dari jenis lele yang sudah ada. Fisik lebih panjang dan jumlah telornya lebih banyak,” terang suami Hj Ani ini.
Kalau proyek ini berhasil, lele tersebut akan dilepas ke masyarakat dan diberi nama baru. “Lele Darma namanya. Atau lele Darma Ayu. Tapi bisa juga, lele Darsono-Madakir. Ha..ha..ha..,” sebutnya lalu tertawa lagi.
Bagi penggemar berat kopi hitam ini, pensiun, bukan berarti berpangku diri. Justru harus mampu memberikan apa yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Bagi-bagi ilmu, pengalaman, sumbang pemikiran, tenaga, atau apa saja. Tentu tak jauh dari bidang yang pernah digelutinya, yakni perikanan.
“Pilot percontohan ini tidak semata-mata untuk bisnis, untuk uang. Tapi sebagai upaya memberikan pencerdasan kepada masyarakat, bahwa kita bisa melakukan apa saja yang dulunya tidak mungkin. Tidak harus menunggu uluran tangan dari pemerintah,” terang penerima Satya Lancana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI ini.
Apalagi, Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi perikanan di Indonesia . Banyak yang bisa digarap. “Selain perikanan, pertanian dan peternakan masih banyak potensi yang bisa dikembangkan. Saya sedang berusaha bergerak di bidang itu,” lanjutnya.
Sebelum menutup obrolan, Darsono napak tilas perjalanan hidupnya. Dia mengaku dari keluarga sangat miskin. Bapaknya Caryan adalah tukang cukur. Ibunya Saidah, bekerja sambilan sebagai tukang rujak untuk menghidupi keluarga. Darsono anak bontot dari sepuluh bersaudara.
Ketika usia 4 tahun, dia bersama saudaranya dibawa mengembara ke Jakarta. Karena masih kecil, Darsono dikembalikan ke kampung halamannya dan tinggal bersama saudara orang tuanya yang lain.
Darsono disekolahkan dari SD, SMP sampai SMA di Indramayu. Tentu, tanpa dukungan dari orang tuanya yang lemah dari segi ekonominya. “Boro-boro mikirin sekolah, buat makan saja sama susahnya dengan yang lain. Saudara-saudara saya yang sembilan, tidak ada yang makan bangku sekolahan,” tuturnya.
Selepas SMA, dia diajak temannya masuk IPB Bogor mengambil jurusan Biologi Perairan dan Perikanan. Waktu itu kata dia, tidak kepikiran untuk melanjutkan kuliah. Selain karena kondisi ekonomi, juga lantaran dia tidak terlalu cerdas. “Otak saya pas-pasan. Tapi saya punya semangat, untuk merubah nasib keluarga lebih baik lagi,” jujurnya.
Semasa kuliah, dia pontang-panting cari makan sendiri. Terkadang harus puasa Senin, Kamis, Jumat dan Minggu. Jadi tukang cuci, diapun jalani.
Lulus menyandang gelar S1 tahun 1977, Darsono diterima sebagai CPNS dan menjabat sebagai Kasie Teknik Budidaya Diskan Propinsi Jabar. Selepas itu, karirnya terus melejit hingga menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jabar. (*)
Post a Comment