Caleg dan Ancaman Depresi
Oleh Mulyanto SWA
PEMILU legislatif 2009 digelar sesuai jadwal, yakni 9 April 2009. Pesta demokrasi lima tahunan selalu membuat pihak-pihak yang berkepentingan was-was. Segenap energi, pikiran, strategi dan biaya dikerahkan para politisi dalam momentum itu agar menjadi pemenang. Penghitungan rekapitulasi hasil pemungutan suara masih berlangsung, namun ada beberapa lembaga survey yang telah selesai melakukan penghitungan cepat.
Dari data sementara hasil quick count Pemilu Legislatif empat lembaga survei Indonesia sudah dapat diketahui. Lembaga Survey Indonesia (LSI) menyatakan Partai Demokrat memperoleh 20,79 %, PDIP 15,39, GOLKAR 13,35%, PKS 7,88%, dan seterusnya. Sedangkan lembaga Cirus Surveyors Group memperoleh data Partai Demokrat 20, 79%, PDIP 14,59%, GOLKAR 14,24%, PKS 7,55%. Berbeda dengan 2 lembaga survei di atas dua lembaga survei lainnya mempunyai hasil yang berbeda, Lembaga Survei Nasional memperoleh data Partai Demokrat 20,6%, GOLKAR 15, 07%, PDIP 14,25%, PKS 7,5%, dan seterusnya, dan Lingkaran Survey Indonesia Memperoleh data Partai Demokrat 20,27%, GOLKAR 14,82%, PDIP 14,23%, PKS 7,84%, dan seterusnya.
Berbeda dengan pemilu sebelumnya, pada 2004 lalu, Pemilu 2009 ini rakyat kurang antusias dalam mengikuti pencontrengan kali ini, terbukti sekitar 20 juta rakyat Indonesia memilih golput. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, mislnya DPT yang amburadul sehingga banyak rakyat yang tidak tercantum dan faktor yang kedua adalah kebingungan rakyat atas banyaknya calon anggota legislatif (caleg) yang mengikuti pemilu kali ini. Mungkin faktor lain juga pada pencontrengan kali ini para caleg langsung dipilih oleh rakyat berbeda dengan tahun sebelumnya.
*
DI Kota Cirebon sebanyak 464 caleg yang masuk Daftar Calon Tetap (DCT) bersaing memperebutkan 30 kursi di DPRD Kota Cirebon, 434 caleg diprediksi gagal mendapatkan kursi. Di Indramayu DCT mencapai 494 caleg, sedangkan kursi yang diperebutkan hanya 50 kursi, ini semua caleg yang gagal akan berpeluang mengidap depresi akibat kegagalannya, menyusul kekalahan yang menimpanya.
Melihat fenomena di atas terjadinya depresi bagi caleg yang gagal berpeluang cukup besar. Betapa tidak biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk sosialisasi. Seperti kita ketahui bersama saat kampanye kemarin pamflet, baliho, spanduk, bertebaran di mana-mana, tentunya hal ini tidaklah sedikit biaya yang dikeluarkan.
Menurut teori psikoanalisis, depresi dapat dialami oleh individu yang mengalami fiksasi pada tahap oral. Individu ini akan mengembangkan dependensi terhadap figur tertentu, dan memiliki mekanisme pertahanan berupa introyeksi. Dengan melakukan introyeksi, berarti individu menyerap hampir seluruh nilai, sikap, dan karakteristik dari figur tempatnya bergantung. Ketika kegagalan menghinggapi seseorang, maka individu ini menjadi marah. Kemarahannya sebenarnya ditujukan atas kekecewaan. Namun dengan dependensi dan introyeksinya, individu tidak dapat mengungkapkan kemarahannya. Rasa marah tersebut malah ditujukan ke dalam diri (introjected hostility), sehingga menghasilkan kebencian terhadap diri yang akhirnya menimbulkan rasa putus asa (Freud, dikutip oleh Davison et al, 2004).
Lebih lanjut, teori psikoanalisis menyatakan bahwa seseorang yang mengalami depresi akan menampilkan regresi ego superego. Ketika dihibur, ia akan menyadari bahwa yang dikatakan oleh orang yang menghiburnya itu benar. Sayangnya, ia akan mengalami regresi superego sehingga tidak lama kemudian ia akan kembali mengeluh, merasa bersalah, lelah, tidak berdaya, dan sebagainya. Kondisi ini juga sering disebut dengan narcissistic supply, yakni bahwa penghiburan dari orang lain telah menyuplai kebutuhan individu yang mengalami depresi untuk mengagumi dirinya, merasa bahwa dirinya benar dan berguna (Kaplan & Sadock, 1991).
Tawaran RSJ
Seperti yang diberitakan Warta Kota edisi Jumat, 10 April 2009. Seorang caleg DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil V sudah mendatangi RSJD Surakarta. Caleg terebut mengonsultasikan kejiwaannya, betapa tidak dia sudah mengeluarkan 500 juta selama berkampanye. Bagaimana dengan yang lainnya? Atau khususnya di Cirebon sendiri.
Beberapa rumah sakit jiwa sudah mempersiapkan kemungkinan fenomena tersebut, mulai dari kamar biasa sampai dengan kamar VIP. Sungguh ironi memang satu dasawarsa terakhir ini perpolitikan di Indonesia kian membuat stres. Mungkin sudah saatnya Indonesia introspeksi diri, kesulitan rakyat yang tak kunjung reda setelah krisis ekonon imi melanda disusul dengan bencana ditambah gesekan politik yang sangat kencang. Apa yang dilakukan segelintir orang demi mengejar ambisi dan kekuasaan juga merupakan perilaku buruk. Apalagi, jika setelah mereka jadi pemimpin dan wakil rakyat yang duduk di dewan lupa terhadap janji.
*
PEMILU 2009 amburadul, kondisi ini akan menimbulkan kekacauan. Bagi-bagi uang yang diiringi dengan intimidasi untuk mempengaruhi pemilih masih terjadi, rakyat yang memiliki hak memilih terhambat kasus DPT yang tidak tercantum. Tetapi paling tidak rakyat harus mulai dewasa dengan bahasa politik yang dibicarakan politisi sekarang.
Pemilih yang rasional dan subjektif dalam menentukan calon pemimpin menjadi penyelamat dalam menentukan nasib bangsa ke depan. Sejumlah program yang dibuthkan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, gratis berkualitas, penuntasan kemiskinan, persoalan pengangguran, kepedulian terhadap pedagang dan memperjuangkan APBN untuk kepentingan rakyat. Kita sama-sama melihat ke depan nasib bangsa akakn seperti apa, pemilu kali akan menjadi modal perubahan bangsa, bagi caleg yang gagal jangan depresi perjuangan rakyat bukan hanya lewat dewan tetapi bagaimana memikirkan kesejahteraan rakyat yang dinamis.***
*) Mulyanto SWA, adalah pegiat Lingkar Studi (LSS) Cirebon
Post a Comment