Pernyataan Mahfudz Siddiq Menuai Protes
INDRAMAYU - Statemen ketua operasi politik Tim Pemenangan Pemilu Nasional (TPPN) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Drs H Mahfudz Siddiq MSi yang menyatakan kasus perkosaan di Kecamatan Cantigi yang melibatkan kader PKS bernuansa politis dan balas dendam, menuai protes dan gugatan.
“Masyarakat Indramayu, terutama di Cantigi kecewa dengan statemen Mahfudz Siddiq. Karena kasus perkosaan itu dianggap sebagai rekayasa yang bernuansa politis dan balas dendam. Apalagi ada kalimat yang diucapkan bahwa masyarakat cantigi menyangsikan terjadinya perkosaan tersebut dan menganggap pesta miras dan seks bebas sebagai kebiasaan masyarakat setempat. Komentar Mahfudz Siddiq di media massa itu jelas-jelas ingin membiaskan kasus perkosaan ini, salah satunya dengan merendahkan martabat masyarakat Indramayu,” jelas Yoga Rahadiansyah SH, aktivis ormas kepemudaan di Indramayu kepada Radar, Minggu (8/3)
Menurut Yoga, anggapan yang menyatakan pesta miras dan seks bebas sebagai kebiasaan bagi masyarakat Cantigi, tentunya sangat merendahkan mertabat serta melecehkan rakyat Indramayu secara keseluruhan, terutama di Kecamatan Cantigi. Karena selama ini, masyarakat berusaha maksimal untuk mensukseskan visi Indramayu yang religius, maju, mandiri sejahtera (Remaja). Dengan semangat religius dan ditunjang dengan Perda Larangan Miras, maka miras dan seks bebas bukan kebiasaan melainkan tindakan kemaksiatan yang selama ini diperangi oleh aparat bersama masyarakat.
“Kami juga merasa tidak terima dengan statemen Mahfudz Sidiq yang menyatakan berita perkosaan itu hanyalah isapan jempol belaka, dan dipolitisasi pihak tertentu untuk mendeskriditkan PKS. Kemudian soal selebaran fotokopi berita kasus tersebut yang ditempel di tempat umum dan dijaga oleh ormas pemuda tertentu yang berafiliasi ke salahsatu parpol besar di Indramayu, ini jelas tudingan kepada ormas kepemudaan yang kami anggap sebagai fitnah. Kalau berani, sebutkan saja OKP itu dan buktikan secara hukum, jangan asbun (asal bunyi, red),” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Forum Komunikasi Imam Masjid (Forkim) Kabupaten Indramayu, KH Syakur Yasin MA. Kyai kharismatik itu mengaku kecewa dan menyayangkan keluarnya statemen Mahfudz Sidiq yang menyebutkan miras dan seks bebas sebagai kebiasaan masyarakat Cantigi. Karena masyarakat Indramayu, termasuk di Kecamatan Cantigi selama ini berusaha maksimal untuk membangun semangat religi dengan memerangi berbagai kemaksiatan, seperti miras dan seks bebas.
“Masyarakat Indramayu bukan kaum jahiliyah yang menganggap miras dan seks bebas sebagai kebiasaan. Justru sebaliknya, dengan semangat Indramayu Remaja ini berbagai kemaksiatan sedang diperangi bersama. Bisa kita buktikan, bagaimana sulitnya mencari miras dan melakukan seks bebas di Indramayu, karena aparat dan masyarakat sudah bersatu untuk memberantasnya. Jadi kalau miras dan seks bebas dianggap budaya, kami tidak terima dan pernyataan itu bisa menyakiti perasaan umat Islam,” jelas kyai yang akrab disapa Buya Sakur ini.
Sementara itu, tim Bantuan Hukum (Bakum) DPD Partai Golkar, H Mahfudin SH dan Ribaldi Candra SH ikut mengecam statemen Mahfudz Sidiq. “Kami sangat tidak terima dengan statemen Mahfudz Sidiq yang menganggap kasus perkosaan itu bernuansa politis dan balas dendam dengan memojokan Partai Golkar. Karena kasus perkosaan itu merupakan murni kasus pidana yang tidak bisa direkayasa. Karena jelas ada kejadiannya, ada korban dan ada pelakunya. Kenapa dikait-kaitan dengan Golkar?, Ini jelas upaya menyudutkan dan mencemarkan nama baik partai di mata masyarakat, sehingga perlu dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” jelas Mahfudin di Sekretariat DPD PG. (alw)
“Masyarakat Indramayu, terutama di Cantigi kecewa dengan statemen Mahfudz Siddiq. Karena kasus perkosaan itu dianggap sebagai rekayasa yang bernuansa politis dan balas dendam. Apalagi ada kalimat yang diucapkan bahwa masyarakat cantigi menyangsikan terjadinya perkosaan tersebut dan menganggap pesta miras dan seks bebas sebagai kebiasaan masyarakat setempat. Komentar Mahfudz Siddiq di media massa itu jelas-jelas ingin membiaskan kasus perkosaan ini, salah satunya dengan merendahkan martabat masyarakat Indramayu,” jelas Yoga Rahadiansyah SH, aktivis ormas kepemudaan di Indramayu kepada Radar, Minggu (8/3)
Menurut Yoga, anggapan yang menyatakan pesta miras dan seks bebas sebagai kebiasaan bagi masyarakat Cantigi, tentunya sangat merendahkan mertabat serta melecehkan rakyat Indramayu secara keseluruhan, terutama di Kecamatan Cantigi. Karena selama ini, masyarakat berusaha maksimal untuk mensukseskan visi Indramayu yang religius, maju, mandiri sejahtera (Remaja). Dengan semangat religius dan ditunjang dengan Perda Larangan Miras, maka miras dan seks bebas bukan kebiasaan melainkan tindakan kemaksiatan yang selama ini diperangi oleh aparat bersama masyarakat.
“Kami juga merasa tidak terima dengan statemen Mahfudz Sidiq yang menyatakan berita perkosaan itu hanyalah isapan jempol belaka, dan dipolitisasi pihak tertentu untuk mendeskriditkan PKS. Kemudian soal selebaran fotokopi berita kasus tersebut yang ditempel di tempat umum dan dijaga oleh ormas pemuda tertentu yang berafiliasi ke salahsatu parpol besar di Indramayu, ini jelas tudingan kepada ormas kepemudaan yang kami anggap sebagai fitnah. Kalau berani, sebutkan saja OKP itu dan buktikan secara hukum, jangan asbun (asal bunyi, red),” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Forum Komunikasi Imam Masjid (Forkim) Kabupaten Indramayu, KH Syakur Yasin MA. Kyai kharismatik itu mengaku kecewa dan menyayangkan keluarnya statemen Mahfudz Sidiq yang menyebutkan miras dan seks bebas sebagai kebiasaan masyarakat Cantigi. Karena masyarakat Indramayu, termasuk di Kecamatan Cantigi selama ini berusaha maksimal untuk membangun semangat religi dengan memerangi berbagai kemaksiatan, seperti miras dan seks bebas.
“Masyarakat Indramayu bukan kaum jahiliyah yang menganggap miras dan seks bebas sebagai kebiasaan. Justru sebaliknya, dengan semangat Indramayu Remaja ini berbagai kemaksiatan sedang diperangi bersama. Bisa kita buktikan, bagaimana sulitnya mencari miras dan melakukan seks bebas di Indramayu, karena aparat dan masyarakat sudah bersatu untuk memberantasnya. Jadi kalau miras dan seks bebas dianggap budaya, kami tidak terima dan pernyataan itu bisa menyakiti perasaan umat Islam,” jelas kyai yang akrab disapa Buya Sakur ini.
Sementara itu, tim Bantuan Hukum (Bakum) DPD Partai Golkar, H Mahfudin SH dan Ribaldi Candra SH ikut mengecam statemen Mahfudz Sidiq. “Kami sangat tidak terima dengan statemen Mahfudz Sidiq yang menganggap kasus perkosaan itu bernuansa politis dan balas dendam dengan memojokan Partai Golkar. Karena kasus perkosaan itu merupakan murni kasus pidana yang tidak bisa direkayasa. Karena jelas ada kejadiannya, ada korban dan ada pelakunya. Kenapa dikait-kaitan dengan Golkar?, Ini jelas upaya menyudutkan dan mencemarkan nama baik partai di mata masyarakat, sehingga perlu dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” jelas Mahfudin di Sekretariat DPD PG. (alw)
Post a Comment