Sistem Contreng Menyulitkan Warga
Pemilih Butuh Waktu hingga 15 Menit di TPS
ANJATAN – Sistem Contreng yang akan digunakan pemilih pada Pemilu 9 April nanti, ternyata masih belum familiar di tengah masyarakat. Buktinya, pada simulasi tata cara pemungutan suara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Anjatan, masih banyak warga yang kesulitan untuk melakukannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Camat Anjatan Drs H Sugeng Heryanto MSi mengatakan, kegiatan simulasi itu bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil sosialisasi pemilu secara intensif dan kontinyu yang telah dilakukan.
Ternyata hasilnya jauh dari harapan. “Warga kesulitan dengan sistem mencontreng. Butuh banyak waktu. Pegang pulpen saja masih gemetaran. Akibatnya, surat suara banyak yang tidak sah,” ungkap Sugeng.
Dijelaskan, dalam simulasi yang bertempat di aula kantor Kecamatan Anjatan itu, calon pemilih dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah warga yang memiliki pendidikan di atas SLTA (pemilih cerdas), dan kelompok kedua merupakan warga yang rata-rata pendidikannya di bawah SLTP (pemilih tradisional).
Pada aplikasinya, dua kelompok itu memiliki persoalan yang berbeda. Untuk kategori pemilih cerdas, masih membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikan pencontrengan di empat surat suara yang tersedia.
Satu surat suara, pemilih cerdas rata-rata membutuhkan waktu sekitar 1,5 menit. Dari mulai membuka lipatan, mencontreng kemudian menutupnya kembali. Sehingga, untuk menyelesaikan empat lembar surat suara, dibutuhkan waktu selama 6 menit.
“Faktor kendalanya karena lebarnya surat suara, gambar dan tulisan yang sangat kecil dan tidak jelas, sehingga sulit untuk mencari pilihan yang dicari. Faktor lainnya, bilik suara juga sangat sempit,” terang Sugeng.
Kondisi itu tidak seberapa. Saat pemilih tradisional melakukan hal yang sama, ternyata waktu yang dibutuhkan sangat lama. Yakni 15 menit per orang. Sugeng berkesimpulan, melihat durasi waktu saja, proses pemungutan suara akan berlangsung lama. Jika setiap TPS, maksimal calon pemilih berjumlah 500 orang, maka waktu yang dibutuhkan adalah 12 jam. Itupun sudah tersedia empat bilik suara.
“Jadi kemungkinan, pemungutan suara baru akan berakhir sampai malam, kalau acara dimulai jam 8 pagi,” terangnya.
Persoalan waktu masih bisa disiasati dengan mengurangi jumlah calon pemilih di setiap TPS. Akan tetapi, masalah warga yang tidak bisa mencontreng belum dicari solusi yang tepat. Apalagi fasilitas yang dimiliki berupa alat peraga terutama contoh surat suara jumlahnya sangat terbatas. “Terkecuali, dipakai cara lama yakni mencoblos,” tegasnya.
Kendati demikian, dengan melihat kenyataan tersebut, pihaknya semakin terpacu untuk melakukan sosialiasi tata cara pemungutan suara kepada semua lapisan masyarakat. Caranya, dengan melibatkan seluruh stake holder pemerintahan dan lembaga-lembaga terkait, serta memanfaatkan setiap momen yang melibatkan banyak massa.
“Sosialisasi bukan saja dilakukan secara formal. Tapi langsung door to door. Kegiatan Posyandu, pengajian majelis taklim, sampai pembagian beras miskin, bila perlu disampaikan sosialiasi pemilu kepada masyarakat,” tandasnya. (kho)
ANJATAN – Sistem Contreng yang akan digunakan pemilih pada Pemilu 9 April nanti, ternyata masih belum familiar di tengah masyarakat. Buktinya, pada simulasi tata cara pemungutan suara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Anjatan, masih banyak warga yang kesulitan untuk melakukannya di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Camat Anjatan Drs H Sugeng Heryanto MSi mengatakan, kegiatan simulasi itu bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil sosialisasi pemilu secara intensif dan kontinyu yang telah dilakukan.
Ternyata hasilnya jauh dari harapan. “Warga kesulitan dengan sistem mencontreng. Butuh banyak waktu. Pegang pulpen saja masih gemetaran. Akibatnya, surat suara banyak yang tidak sah,” ungkap Sugeng.
Dijelaskan, dalam simulasi yang bertempat di aula kantor Kecamatan Anjatan itu, calon pemilih dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah warga yang memiliki pendidikan di atas SLTA (pemilih cerdas), dan kelompok kedua merupakan warga yang rata-rata pendidikannya di bawah SLTP (pemilih tradisional).
Pada aplikasinya, dua kelompok itu memiliki persoalan yang berbeda. Untuk kategori pemilih cerdas, masih membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikan pencontrengan di empat surat suara yang tersedia.
Satu surat suara, pemilih cerdas rata-rata membutuhkan waktu sekitar 1,5 menit. Dari mulai membuka lipatan, mencontreng kemudian menutupnya kembali. Sehingga, untuk menyelesaikan empat lembar surat suara, dibutuhkan waktu selama 6 menit.
“Faktor kendalanya karena lebarnya surat suara, gambar dan tulisan yang sangat kecil dan tidak jelas, sehingga sulit untuk mencari pilihan yang dicari. Faktor lainnya, bilik suara juga sangat sempit,” terang Sugeng.
Kondisi itu tidak seberapa. Saat pemilih tradisional melakukan hal yang sama, ternyata waktu yang dibutuhkan sangat lama. Yakni 15 menit per orang. Sugeng berkesimpulan, melihat durasi waktu saja, proses pemungutan suara akan berlangsung lama. Jika setiap TPS, maksimal calon pemilih berjumlah 500 orang, maka waktu yang dibutuhkan adalah 12 jam. Itupun sudah tersedia empat bilik suara.
“Jadi kemungkinan, pemungutan suara baru akan berakhir sampai malam, kalau acara dimulai jam 8 pagi,” terangnya.
Persoalan waktu masih bisa disiasati dengan mengurangi jumlah calon pemilih di setiap TPS. Akan tetapi, masalah warga yang tidak bisa mencontreng belum dicari solusi yang tepat. Apalagi fasilitas yang dimiliki berupa alat peraga terutama contoh surat suara jumlahnya sangat terbatas. “Terkecuali, dipakai cara lama yakni mencoblos,” tegasnya.
Kendati demikian, dengan melihat kenyataan tersebut, pihaknya semakin terpacu untuk melakukan sosialiasi tata cara pemungutan suara kepada semua lapisan masyarakat. Caranya, dengan melibatkan seluruh stake holder pemerintahan dan lembaga-lembaga terkait, serta memanfaatkan setiap momen yang melibatkan banyak massa.
“Sosialisasi bukan saja dilakukan secara formal. Tapi langsung door to door. Kegiatan Posyandu, pengajian majelis taklim, sampai pembagian beras miskin, bila perlu disampaikan sosialiasi pemilu kepada masyarakat,” tandasnya. (kho)
Post a Comment